Senin, 31 Oktober 2011

Masalah Penelitan

MASALAH PENELITIAN


A.  IDENTIFIKASI MASALAH
Identifikasi masalah pada umumnya mendeteksi, melacak, menjelaskan aspek permasalahan yang muncul dan berkaitan dari judul penelitian atau dengan masalah atau variabel yang akan diteliti. Hasil identifikasi dapat diangkat sejumlah masalah yang saling keterkaitan satu dengan lainnya.
Apabila dalam latar belakang penelitian penjelasannya sudah dikemukakan dengan lengkap dan jelas, maka akan memudahkan dalam proses identifikasi masalah. Identifikasi masalah merupakan proses merumuskan permasalahan-permasalahan yang akan diteliti. Untuk memudahkan dalam proses selanjutnya dan memudahkan pembaca memahami hasil penelitian, permasalahan yang muncul dirumuskan dalam bentuk pertanyaan tanpa tanda tanya.
Untuk dapat mengidentifikasi masalah dengan baik, maka peneliti perlu melakukan studi pendahuluan ke objek yang diteliti, melakukan observasi, dan wawancara ke berbagai sumber, sehingga semua permasalahan dapat diungkapkan. Selanjutnya dikemukakan hubungan satu masalah yang satu dengan masalah yang lain. Masalah yang akan diteliti itu kedudukannya di mana di antara masalah yang akan diteliti. Masalah apa saja yang diduga berpengaruh positif dan negative terhadap masalah yang diteliti. Masalah tersebut dapat dinyatakan dalam bentuk variabel.
Jadi, identifikasi masalah harus menggambarkan permasalahan yang ada dalam topic atau judul penelitian. Seluruh variabel yang dilibatkan dalam  penelitian harus dapat  tergambar dengan jelas dalam identifikasi masalah. Pertanyaan-pertanyaan yang dikemukakan pada identifikasi masalah harus dijawab pada bagian hasil penelitian dan pembahasan. Identifikasi masalah yang diajukan tidak harus dibatasi oleh ketentuan jumlah variabel yang dilibatkan dalam penelitian, makudnya jika variabel yang dilibatkan dalam penelitian ada dua variabel bebas dan satu variabel terikat, maka jumlah pernyataan masalahnya tidak harus ada tiga. Pernyataan permasalahn bisa juga hanya satu, tetapi memuat seluruh permasalahan yang diteliti. Identifikasi masalah juga dapat menunjukkan alat analisis apa yang akan dipakai serta kedalaman dan keluasan penelitian.

B.   BATASAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang penelitian dan identifikasi masalah yang telah dilakukan, dipilih sejumlah masalah (dua, tiga atau empat) masalah disertai penjelasan ruang lingkup masalah, baik keluasan maupun kedalamnya. Pembatasan maslaah dilakukan agar penelitian lebih terarah, terfokus, dan tidak melenceng kemana-mana. Dalam hal ini perlu di pertimbangkan materi, kelayakan, dan keterbatasan dari peneliti tanpa keluar dari jalur penelitian ilmiah. Karena adanya keterbatasan, waktu, biaya, tenaga, teori-teori, dan agar penelitian dapat dilakukan secara mendalam,  maka tidak semua masalah akan diteliti. Untuk itulah peneliti memberi batasan, variabel apa saja yang akan diteliti, serta bagaimana hubungtan variabel satu dengan variabel lainnya. Berdasarkan batasan masalah ini, maka selanjutnya dapat dirumuskan masalah penelitian
Namun tidak semua masalah penelitian harus dibatasi, sebab bila rumusan masalah sudah mendeskripsikan secara jelas ruang lingup dan batasan-batasan masalahnya, maka pembatasan masalah tidak perlu dibuat.

C.   RUMUSAN MASALAH
Merumuskan masalah merupakan pekerjaan yang sulit bagi setiap peneliti. Hal ini dapat menolong peneliti (guru) keluar dari kesulitan merumuskan judul dan masalah adalah  pengetahuan yang luas dan terpadu mengenai teori-teori dan hasil-hasil penelitian para ahli terdahulu dalam bidang-bidangyang terkait dengan masalah yang akan diteliti. Dalam rumusan  dan analisis masalah sekaligus juga diidentifikasi variabel-variabel yang dalam penelitian beserta define operasionalnya. Untuk mempermudah, maka rumusan maslaah dapat dinyatakan dalam bentuk kalimat bertanya setelah didahului uraian tentang masalah penelitian, variabel-variabel yang diteliti, dan kaitan antara satu variabel dengan variabel lainnya. Definisi operasional yang dirumuskan untuk setiap variabel harus sampai melahirkan indikator-indikator dari setiap variabel yang diteliti yang kemudian akan dijabarkan dalam instrument penelitian.
Jadi, setelah maslaah yang akna diteliti itu ditentukan, misalnya variabel apa saja yang akan diteliti bagaimana hubungan antar variabel, dan agar masalah dapat terjawab secara akurat, amka masalah yang akan diteliti itu perlu dirumuskan secara spesifik. Seperti telah diuraikan dalam rumusan masalah, maka sebaiknya rumusan masaah itu dinyatakan dalam kalimat nyata.



REFERENSI

Hartono, Metodologi Penelitian, Pekanbaru, Zanafa Publishing, 2011
Riduwan, Belajar Mudah Penelitian, Bandung, ALFABETA, 2010
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, Bandung, ALFABETA, 2009




Sabtu, 15 Oktober 2011

Pengembangan Kecakapan

BAB I
PENDAHULUAN
Pendidikan dewasa ini dihadapkan pada dilema yang subtansial. Pendidikan dilaksanakan dengan menitik beratkan pada transmisi sains yang tanpa karekter, sehingga proses dehumanisasi dalam proses pembangunan bangsa. Lemahnya dunia pendidikan dalam mempromosikan nilai-nilai luhur bangsa menyebabkan semakin terkikisnya rasa kebanggaan terhadap tanah air, tanggung jawab sosial, bahkan komitmen beragama. Masih banyak praktek pendidikan yang belum memberikan kesempatan kepada murid untuk mengembangkan segenap potensi agar memiliki kepribadian seutuhnya. Untuk itu gagasan tentang pendidikan islam terpadu menjadi bagian penting dalam penyelesaian masalah pendidikan. Gagasan ini sebenarnya telah banyak dijelaskan dalam perspektif pandangan islam khususnya tentang pengembangan diri manusia dengan berbagai kelebihan dan kekurangannya.
Secara konseptual pendidikan Nasional mendukung gagasan tentang pendidikan terpadu sebagaimana tertuang dalam rumusan tujuan pendidikan Nasional yaitu berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Rumusan tersebut jelas mengisyaratkan betapa pentingnya keterpaduan dalam mengembangkan kualitas manusia pada semua dimensinya.
Membangun manusia yang cerdas harus bersamaan dengan memantapkan keimanan dan ketaqwaan agar kecerdasan manusia tetap dalam sikap ketundukan dan pengakuan akan keberadaan Tuhan. Mengembangkan pengetahuan dan keterampilan juga harus disertai dengan penamaan budi pekerti luhur agar manusia yang berpengetahuan tetap bersikap rendah hati sehingga terjadi keseimbangan antara kesehatan jasmani dan rohani.
Begitu juga dalam pendidikan dan pembelajaran MTK hendaknya tetap dalam menyeimbangkan antara kesehatan jasmani dan rohani. Agar bisa menjadi seorang guru yang mampu dalam bidang MTK dan tidak terlepas dari norma-norma dalam agama.

BAB II
PENGEMBANGAN KECAKAPAN
Sebelum membahas tentang pengembangan kecakapan, sebaiknya kita mengenal dan memahami sedikit tentang MTK itu sendiri. Matematika adalah suatu ilmu pasti yang pola berfikir menggunakan istilah yang didefinisikan dengan cermat, jelas dan akurat dan yang menngunakan bahasa simboliks.
Ada beberapa pendapat yang menjelaskan tentang proses pembelajaran matematika, diantaranya:
1.    Kolb (1994) : belajar matematika merupakan suatu proses memperoleh pengetahuan yang diciptakan atau dilakukan oleh siswa sendiri melalui transformasi pengalaman individu siswa.
2.    Heuvel-Panhuizen dan Verschaffel-De Corte (1977) : pendidikan matematika seharusnya memberi kesempatan kepada siswa untuk menemukan kembali matematika dengan berbuat matematika. Pembelajaran matematika harus mampu memberi siswa situasi masalah yang mempunyai hubungan dengan dunia nyata.
3.    Goldi (1992) : pembelajaran matematika harus lebih dibangun oleh siswa dari pada ditanamkan oleh guru. Pembelajaran matematika menjadi lebih efektif  bila guru membantu siswa menemukan dan memecahkan masalah dengan menerapkan pembelajarn bermakna.
4.    Atweh, Bleicher dan Cooper (1998) : menyatakan bahwa kelas matematika merupakan suatu tempat dimana guru dan siswa membangun suatu lingkungan interaktif dengan tujuan utama menggalakkan pembelajaran.
Dari uraian tersebut jelas bahwa pembelajaran matematika adalah proses memproleh pengetahuan yang dibangun oleh siswa sendiri dan harus dilakukan sedemikian rupa sehingga dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan kembali konsep-konsep matematika. Artinya mulailah pembelajaran matematika dengan masala-masalah konstektual atau relistik bagi siswa. Pembelajaran matematika harus dikaitkan dengan realitas kehidupan, dekat dengan alam pikiran siswa dan relevan dengan masyarakat agar mempunyai nilai manusiawi. Dengan demikian pembelajaran matematika sesuai dengan cirri-ciri matematika itu sendiri yaitu adanya alur penalaran yang logis dan memiliki pola pikir deduktif dan konsisten. [1]
Jadi, sejak awal kehidupan manusia matematika itu merupakan alat bantu untuk mengatasi berbagai macam permasalahan yang terjadi dalam kehidupan masyarakat. Baik itu permasalahan yang masih memiliki hubungan erat dalam kaitannya dengan ilmu eksak ataupun permasalahan-permasalahan yang bersifat social. Peranan matematika terhadap perkembangan sains dan teknologi sudah jelas, bahkan bisa dikatakan bahwa tanpa matematika sains dan teknologi tidak akan dapat berkembang.
Setelah dijelaskan sedikit tentang matematika, sehingga dapat kami uraikan bagaimana cara pengembangan kecakapan. Mengembangkan sesuatu kelebihan yang kita miliki, bukanlah suatu hal yang mudah. Begitu juga dalam pendidikan, khususnya dalam pembelajaran matematika. Ilmu yang kita telah miliki/ketahui merupakan suatu tanggung jawab kita untuk mengembangkannya, atau dengan istilah lain mengajarkan ilmu yang kita miliki kepada orang lain. Untuk mengembangkan semua itu sangat diperlukan strategi-strategi agar bisa tercapai apa yang diinginkan. Dibawah ini akan diuraikan tentang pengertian dan strategi pengembangan kecakapan.

A. Pengertian Pengembangan Kecakapan
Kecakapan dalam mengajar atau presentasi adalah keterampilan yang dimiliki dengan mensinergiskan fungsi panca indera dan otak kiri sebagai bagian dari kecakapan akademis.Seseorang dikatakan memiliki kecakapan mengajar atau presentasi bila ia mampu tampil menarik, menyampaikan pengetahuan secara efektif dan meninggalkan kesan mendalam bagi peserta didik. Setiap kali kita mengajar atau melakukan presentasi sesungguhnya kita sedang melakukan kegiatan komunikasi. Setiap kali kita berkomunikasi sesungguhnya kita sedang melakukan transaksi, baik terhadap diri sendiri maupun terhadap sesuatu/orang lain yang menjadi sasaran dari komunikasi tersebut.[2]
B. Strategi Mengembangkan Kecakapan
Gegne dalam Winkel, (1996:369) menyatakan bahwa fase dalam kegiatan pembelajaran adalah sebagai berikut.
1.    Fase Motivasi
Siswa sadar akan tujuan yang harus dicapai dan bersedia melibatkan diri. Hal ini sangat berperan, karena siswa harus berusaha memeras otaknya sendiri. Karena jika kadar motivasinya lemah, siswa akan cendrung membiarkan permasalahan yang diajukan. Peran guru dalam hal ini adalah menimbulkan motivasi belajar siswa dan menyadarkan siswa akan tujuan pembelajaran yang harus dicapai.
2.    Fase Menaruh Perhatian (attention, alartness)
Siswa memperhatikan unsur-unsur yang releven sehingga terbentuk pola-pola perseptual tertentu. Siswa secara khusus memperhatikan hal yang akan dipelajari, sehingga konsentrasi terjamin.  
3.    Fase Pengolahan
Siswa memahami informasi dalam short them memory atau memori jangka pendek dan mengolah informasi untuk diambil maknanya. Dalam hal ini siswa harus menggali ingatan siasat-siasat yang pernah digunakannya, mana yang cocok untuk problem ini. Kalau tidak tersedia siasat dalam ingatan, siswa harus menciptakan siasat baru dan ini membutuhkan pikiran kreatif, paling tidak pikiran terarah.
4.    Fase Umpan Balik ( feedback, reinforcement)
Siswa mendapatkan konfirmasi, sejauh prestasinya tepat. Siswa mendapat konfirmasi tentang tepat tidaknya penyelesaian yang ditemukannya, komunikasi ini dapat meningkatkan atau menurunkan motivasi siswa untuk berusaha memeras otak lagi pada lain kesempatan.
Fase-fase tersebut dapat diaplikasikan pada kegiatan-kegiatan dengan kemampuan kognitif, afektif, maupun psikomotor. Gagne, ( 1988) dalam bukunya essential of learning for instruction mengemukakan penyempurnaan rangkaian fase dalam proses belajar siswa yang tersebut diatas, yaitu :
a.    Perhatian (attention, alertness), siswa khusus memperhatikan hal yang akan dipelajari.
b.    Menyadari tujuan belajar (motivation, expectancy), siswa sadar akan tujuan intruksional dan bersedia melibatkan diri.
c.    Menggali ( retrieval to working memory), siswa mengingat kembali dari ingatan jangka panjang apa yang sudah diketahui/dipahami/dikuasi tentang pokok bahasan yang sedang dipelajari.
d.   Berprestasi selektif ( selective perception ), siswa mengamti unsur-unsur dalam perangsang yang releven bagi pokok bahasan.
e.    Mengolah informasi ( encoding, entry to storage), siswa memberikan makna pada pola perceptual dengan membuat informasi sungguh berarti, antara lain dengan menghubungkannya dengan informasi lama yang sudah digali dari ingatan jangka panjang.
f.     Menggali informasi ( responding to question or task), siswa membuktikan melalui suatu perestasi kepada guru dan diri sendiri bahwa pokok bahasan telah dikuasai.
g.    Mendapatkan umpan balik ( feed back, reinfoncement), siswa mendapat pengetahuan melalui guru kalau prestasinya tepat, mendapat koreksi kalau prestasinya salah.
h.    Memantapkan hasil belajar ( frequent retrieval transfer), siswa mengerjakan berbagai tugas untuk mengakarkan hasil belajar. Siswa mengadakan transfer belajar, siswa mengulang-ngulang kembali.

Ada beberapa pengembangan kecakapan, diantaranya :
1.    Pengembangan pola pikir ( kognitif )
Akal adalah karunia Allah SWT. yang besar bagi manusia. Agama islam berisi pedoman bagi manusia yang berakal. Hanya manusia yang berakal saja yang dapat mengambil pelajaran dari penciptaan langit dan bumi.
Pembinaan pola pikir yakni pembinaan kecerdasan dan ilmu pengetahuan yang luas dan mendalam sebagai penjabaran dari sifat fathonah Rasulullah saw. Pengetahuan kegiatan kognitif merupakan suatu kemahiran tersendiri, orang yang mempunyai kemahiran ini mampu mengontrol dan meyalurkan aktivitas kognitif yang berlangsung dalam dirinya sendiri. Bagaimana dia memusatkan perhatian, bagaimana dia belajar, bagaimana dia menggali dari ingatan, bagaimana dia menggunakan ilmu pengetahuann yang dimilikinya, khususnya bila menghadapi masalah. [3]
Para psikologi kognitif menaruh banyak perhatian pada berbagai macam persoalan dengan menggunakan kemampuan berfikir secara efisien dan efektif. Sasaran dari belajar pengaturan kegiatan kognitif adalah sistematisasi arus pikiran sendiri dan sistematisasi proses belajar dalam diri sendiri. Dalam psikologi modern sistematisasi dan pengaturan kegiatan mental yang kognitif ini dipandang sebagai suatu proses kontrol.
Berikut ini beberapa masukan bagi guru dalam mengembangkan kecakapan belajar berdasarkan fase belajar yang telah dikemukakan oleh Gagne (1988).
Guru membuat perhatian siswa terpusat pada tugas belajar yang dihadapi . hal itu dapat diusahakan dengan menjelaskan kegunaan materi bahasan, dengan memberikan contoh tentang tujuan yang akan dicapai sehingga siswa mau belajar dan berminat.
Guru mengarahkan perhatian siswa, supaya khusus memperhatikan unsure-unsur pokok dalam pelajaran. Hal ini dapat diusahakan dengan menunjukkan kejadian tertentu dalam suatu demotrasi, dengan menunjukkan pada bagiandalam buku pelajaran yang dicetak misalnya, memberikan uraian pendahuluan dan sebagainya.
Dan yang terakhir, guru harus segera memberikan umpan balik atas prestasi yang ditunjukkan siswa. Guru memberikan umpan balik secepat mungkin setelah usaha pemecahan masalah diselsaikan siswa.
Seorang yang memiliki kemampuan kognitif yang baik, tidak saja menguasai bidangnya, tetapi memiliki dimensi rohani yang kuat. Keputusan-keputusannya menunjukkan warna kemahiran seorang professional yang didasarkan pada sikap moral atau akhlak yang luhur.   

2.      Pengembangan sikap
Afektif, yakni pembinaan sikap mental yang mantap dan matang sebagai penjabaran dari sikap amanah. Indicator dari seseorang yang mempunyai kecerdasan rohaniyah adalah sikapnya yang selalu ingin menampilkan sikap yang ingin dipercaya, menghormati dan dihormati.
Bersikap merupakan wujud keberanian untuk memilih secra sadar. Setelah itu ada kemungkinan untuk ditindaklanjuti dengan mempertahankan pilihan lewat argumentasi yang bertanggung jawab, kukuh dan bernalar. ( Hernowo : 2003).
Mengajarkan sikap lebih pada soal memberikan teladan, bukan pada tataran teoritis. Memang untuk mengajar anak bersikap seorang gur perlu memberikan pengetahuan sebagai landasan. Tetapi proses pemberian pengetahuan ini harus ditindaklanjuti dengan contoh.
Terdapat proses yang terjadi pada seseorang untuk memunculkan sikap yang positif maupun negative, di antaranya :
a.    Proses pengkondisian
Dalam proses belajar mengajar disekolah siswa dapat memperoleh sikap-sikap positif maupun negatif, meskipun siswa dan guru tidak menyadarinya. Suasana sekolah yang kondusif, proses pembelajaran aktif, kreatif dan menyenangkan, pencitraan yang baik terhadap mata pelajaran melahirkan perasaan senag siswa terhadap guru dan bahkan perasaan senag tersebut dapat dipindahkan ke mata pelajaran yang dipegang oleh guru tersebut. Bahkan juga bisa sebaliknya.
Secara kongkrit proses pengkondisian stas sikap siswa disekolah dapat dimanipulasi juga oleh guru misalnya, bila siswa memperoleh prestasi, ia mungkin diperbolehkan untuk melakukan sesuatu yang lain yang disukainya, atau memberikan hadiah berupa buku dan sebagainya, atau pujian dengan bahasa yang tepat dan sopan.

b.    Belajar dari model
Pertunjukan tingkah laku tertentu yang dimunculkan oleh seorang yang dihormati, dan dikagumi, dan dipercayai oleh anak, senantiasa akan mempengaruhi sikap dan perilakunya. Anak yang menyaksikan tingkah laku tersebut akan cendrung menirunya dan berbuat yang sama. Anak semakin cendrung untuk berbuat yang sama, manakala model tersebut sekaligus mendapatkan umpan balik dari orang ketiga yang memuji tindakkan itu.
Berdasarkan penjelasan diatas, dapat diperkirakan peranan dan wujud beberapa fase dalam pembelajaran sikap atau tekanan yang harus diberikan pada hal-hal tertentu, yaitu pemotivasian, pengkosentrasian, dan pengolahan.

3.      Pengembangan psikomotor
Sesungguhnya memberi pengalaman praktis memberi masukan wawasan dan ilmu pengetahuan. Ketika anak mulaia tumbuh dan mampu memfungsikan kedua tangannya untuk melakukan banyak hal, ketika itu pula akalnya mulai terbuka untuk bekerja.
Untuk mampu memberikan manfaat kepada orang lain tentulah harus mempunyai kemapuan/kompetensi dan keterampilan. Hal inilah yang harus menjadi perhatian semua kalangan baik itu pendidik, orang tua maupun lingkungan sekitarnya agar proses pembelajaran diarahkan pada proses pembentukan kompetensi agar siswa kelak dapat memberi manfaat baik untuk dirinya sendiri maupun orang lain. Dan bukan sebaliknya menjadi beban dan tanggungan orang lain.

           


C. Manfaat Kecakapan
1.      Kecakapan personal yang diperoleh siswa dapat menumbuhkan motivasi, rasa percaya diri dan kemandirian
2.      Kecakapan akedemis yang diperoleh siswa dapat membantu siswa dalam memecahkan masaalh yang dihadapinya dalam pembelajaran matematika.
3.      Kecakapan social yang diperoleh siswa dapat membantu dalam mengadakan hubungan social antara siswa terhadap tugas yang diberikan kepada siswa.
4.      Kecakapan vocasional yang diperoleh penting bagi siswa dalam memiliki pengetahuan, sikap dan keterampilan dalam proses belajar.




BAB II
PENUTUP

KESIMPULAN
Kecakapan dalam mengajar atau presentasi adalah keterampilan yang dimiliki dengan mensinergiskan fungsi panca indera dan otak kiri sebagai bagian dari kecakapan akademis.Seseorang dikatakan memiliki kecakapan mengajar atau presentasi bila ia mampu tampil menarik, menyampaikan pengetahuan secara efektif dan meninggalkan kesan mendalam bagi peserta didik. Setiap kali kita mengajar atau melakukan presentasi sesungguhnya kita sedang melakukan kegiatan komunikasi. Setiap kali kita berkomunikasi sesungguhnya kita sedang melakukan transaksi, baik terhadap diri sendiri maupun terhadap sesuatu/orang lain yang menjadi sasaran dari komunikasi tersebut.
Ada beberapa manfaat dari kecakapan,yaitu kecakapan personal yang diperoleh siswa dapat menumbuhkan motivasi, rasa percaya diri dan kemandirian, kecakapan akedemis yang diperoleh siswa dapat membantu siswa dalam memecahkan masaalh yang dihadapinya dalam pembelajaran matematika. kecakapan social yang diperoleh siswa dapat membantu dalam mengadakan hubungan social antara siswa terhadap tugas yang diberikan kepada siswa, kecakapan vocasional yang diperoleh penting bagi siswa dalam memiliki pengetahuan, sikap dan keterampilan dalam proses belajar.


DAFTAR PUSTAKA

Majid, Abdul.2005. Perencanaan Pembelajaran. Bandung: PT REMAJA ROSDA KARYA

Hakim, Lukman. 2008. Perencanaan Pembelajaran. Bandung: CV WACANA PRIMA
Risnawati. 2008. Strategi Pembelajaran Matematika. Pekanbaru: Suska Press



[1] Risnawati, 2008, Strategi Pembelajaran Matematika, Pekanbaru, suska press,Hal:5
[3] Abdul Majid, 2005, Perencanaan Pembelajaran,Bandung, PT. Remaja Rosdakarya, Hal :74

Keterampilan Dasar Dalam Mengajar

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pendapat yang menyatakan bahwa mengajar adalah proses penyampaian atau penerusan pengetahuan, sudah ditinggalkan oleh banyak orang. Kini, mengajar lebih sering dimaknai sebagai perbuatan yang kompleks, yaitu penggunaan secara integratif sejumlah keterampilan untuk menyampaikan pesan. Pengintregasian keterampilan-keterampilan yang dimaksud dilandasi oleh seperangkat teori dan diarahkan oleh suatu wawasan. Agar proses pembelajaran dapat berlangsung dengan baik, maka pengajar harus memberdayakan diri sendiri dan para siswanya. Siswa diharapkan mempunyai kompetensi yang diajarkan. Guru yang profesional adalah guru yang dapat melakukan tugas mengajarnya dengan baik. Dalam mengajar diperlukan keterampilan-keterampilan yang dibutuhkan untuk kelancraan proses dalam belajar mengajar antara lain: (1) keterampilan membimbing diskusi kelompok kecil, (2) keterampilan mengelola kelas, (3) keterampilan mengadakan variasi, dan (4) keterampilan mengajar perorangan dan kelompok kecil.
1.2 Rumusan Masalah
1.   Apa yang dimaksud dengan diskusi kelompok kecil,pengelolaan kelas, variasi dalam kegiatan belajar mengajar ?
2.   Apa tujuan keterampilan diskusi kelompok kecil, pengelolaan kelas,variasi dalam kegiatan belajar mengajar, dan mengajar perorangan dan kelompok kecil ?
3.   Bagaimana komponen-komponen keterampilan dalam diskusi kelompok kecil, pengelolaan kelas, variasi dalam kegiatan belajar mengajar, dan mengajar perorangan dan kelompok kecil ?
4.   Apa saja prinsip-prinsip dalam keterampilan diskuai kelompok kecil, pengelolaan kelas, variasi dalam kegiatan belajar mengajar, dan mengajar perorangan dan kelompok kecil ?

BAB II
PEMBAHASAN
2.1             Keterampilan Membimbing Kelompok Kecil
Diskusi kelompok kecil adalah suatu proses percakapan yang teratur dan melibatkan sekelompok orang dalam interaksi tatap muka yang bebas dan terbuka, dengan tujuan berbagai informasi atau pengalaman, mengambil keputusan, memecahkan suatu masalah. Jadi, pengertian keterampilan membimbing diskusi kelompok kecil ialah keterampilan melaksnakan kegiatan membimbing siswa agar dapat melaksanakan diskusi kelompok kecil dengan efektif.
Diskusi kelompok kecil merupakan salah satu bentuk kegiatan pembelajaran yang sering digunakan. Diskusi  kelompok kecil memiliki karateristik sebagai berikut.
1.      Melibatkan sekitar 3 sampai lima orang peserta dalam setiap kelompok.
2.      Berlangsung secara informal, sehingga anggota dapat berkomunikasi langsung dengan anggota lain
3.      Memiliki tujuan yang dicapai dengan kerja sama antar anggota kelompok.
4.      Berlangsung secara sistematis.[1]
  1. Tujuan keterampilan membimbing diskusi kelompok kecil, yaitu:
a.       Siswa dapat memberi informasi atau pengalaman dalam menjelajahi gagasan  baru atau masalah yang harus dipecahkan oleh mereka.
b.      Siawa dapat mengembangkan pengetahuan dan kemampuan untuk berpikir dan berkomunikasi.
c.       Siswa terlibat dalam perencanaan dan pengambilan keputusan.
  1. Komponen-komponen keterampilan membimbing diskusi kelompok kecil, yaitu:
a.       Memusatkan perhatian siswa pada tujuan dan topik diskusi
b.      Memperjelas masalah maupun usulan/pendapat
c.       Menganalisis pandangan /pendapat siswa
d.      Meningkatkan usulan siswa
e.       Menyebarluaskan kesempatan berpartisipasi
f.       Menutup diskusi
  1. Prinsip-prinsip keterampilan membimbing diskuai kelompok kecil, yaitu:
a.       Diskusi hendaknya berlangsung dalam “iklim terbuka”.
b.      Perlu perencanaan dan persiapan yang matang
Diskusi kelompok kecil sangat bermanfaat untuk memberikan pengalaman pendidikan bagi anak didik yang terlibat di dalamnya. Potensi yang berpengaruh terhadap partisipasi seperti saling memberi informasi, dapat mengeksplorasi gagasan, meningkatkan pemahaman baru terhadap hal-hal yang bermanfaat, dapat membantu menilai dan memecahkan masalah, mendorong pengembangan berpikir dan  berkomunikasi secara efektif, meningkatkan keterlibatan anak didik dalam perencanaan, pengambilan keputusan, memperbaiki kerjasama kelompok, terdapat keserasian dan moralis, semuanya mempersiapkan anak didik untuk berpartisipasi secara efektif dalam kelompok untuk keterampilan hari depan mereka dalam masyarakat dan dalam kegiatan-kegiatan sosial.
2.2             Keterampilan Mengelola  Kelas
Masalah pokok yang dihadapi guru, baik pemula maupun yang sudah berpengalaman adalah pengelolaan kelas. Pengelolaan kelas merupakan masalah yang kompleks. Guru menggunakannya unutk menciptakan dan mempertahankan kondisi kelas untuk mencapai tujuan pengajaran secara efisien dan memungkinkan anak didik dapat belajar. Dengan demikian pengelolaan kelas yang efektif adalah syarat bagi pengajaran yang efektif. Tugas utama dan yang paling sulit dilakukan guru adalah pengelolaan kelas, lebih-lebih tidak ada satu pun pendekatan yang dikatakan paling baik.
Pengelola kelas adalah keterampilan guru menciptakan dan memelihara kondisi belajar yang optimal dan mengembalikannya apabila terjadi gangguan dalam proses belajar mengajar.
Untuk menciptakan suasana belajar yang aktif perlu diperhatikan pengaturan ruang belajar dan perabot sekolah. Pengaturan tersebut hendaknya memungkinkan siswa duduk berkelompok dan memungkinkan guru secara leluasa membimbing dan membantu siswa dalam belajar.
Suatu kondisi belajar yang optimal dapat tercapai jika guru mampu mengatur anak didik dan sarana pengajaran serta mengendalikannya dalam suasana yang menyenangkan untuk mencapai tujuan pengajaran. Pengajaran kelas yang efektif merupakan prasyarat mutlak bagi terjadinya proses interaksi edukatif yang efektif.[2]
Telah disinggung tidak ada satu pun pendekatan yang dikatakan paling  baik. Ada beberapa pendekatan, sebagi berikut:
a.       Pendekatan kekuasaan
b.      Pendekatan ancaman
c.       Pendekatan kebebasan
d.      Pendekatan resep (cookbook)
e.       Pendekatan pengajaran
f.       Pendekatan pengubah tingkah laku
g.      Pendekatan sosioemosional
h.      Pendekatan proses kelompok
i.        Pendekatan pluralistik[3]
1.      Tujuan keterampilan mengelola kelas, yaitu:
a.       Mendorong siswa mengembangkan tingkah lakunya sesuai tujuan pembelajaran.
b.      Membantu siswa menghentikan tingkah lakunya yang menyimpang dari tujuan pembelajaran.
c.       Mengendalikan siswa dan sarana pembelajaran dalam suasana pembelajaran yang menyenangkan untuk mencapai tujuan pembelajaran.
d.      Membina hubunagn interpersonal yang baik antara guru dengan siswa, dan siswa dengan siswa, sehinga kegiatan pembelajaran menjadi efektif.
2.      Komponen-komponen keterampilan mengelola kelas, yaitu:
a.       Keterampilan yang berhubungan dengan penciptaan dan pemeliharaan kondisi belajar yang optimal. Keterampilan ini berkaitan dengan kemampuan guru dalam mengambil inisiatif dan mengendalikan kegiatan pembelajaran, sehingga berjalan secara optimal, efisien, dan efektif. Aktivitas –aktivitas yang berkaitan dengan keterampilan ini ialah sebagi berikut:
1)      Sikap tanggap
Komponen ini ditunjukkan oleh tingkah laku guru, bahwa guru hadir bersama anak didik. Guru tahu kegiatan anak didik, apakah memperhatikan atau tidak, dan tahu apa yang mereka kerjakan. Sikap tanggap dapat dilakukan dengan cara:
a)      Memandang secara saksama
b)      Gerak mendekati
c)      Memberi pertanyaan
d)     Memberi reaksi terhadap gangguan dan ketakacuhan
2)      Membagi perhatian
Pengelolaan kelas yang efektif terjadi bila guru mampu membagi perhatiannya kepada beberapa kegiatan yang berlangsung dalam waktu yang sama. Membagi perhatian dapat dilakukan dengan cara:
a)      Visual
b)      Verbal
3)      Pemusatan perhatian kelompok
Guru mengambil inisiatif dan mempertahankan perhatian anak didik dan memberitahu, bahwa ia bekerjasama dengan kelompok atau subkelomppok yang terdiri dari tiga sampai empat orang. Untuk ini ada beberapa hal yang dapat guru lakukan, yaitu:
a)      Memberi tanda
b)      Pertanggungjawaban
c)      Pengarahan dan petunjuk jelas
d)     Penghentian
e)      Penguatan
f)       Kelancaran (smoothness)
g)      Kecepatan (pacing)[4]
b.      Keterampilan yang berhubungan dengan pengembangan kondisi belajar yang optimal. Keterampilan ini berkaitan dengan respon guru terhadap ganguan siswa yang berkelanjutan. Dalam hal ini guru dapat mengadakan tindakan remedial untuk mengembalikan kondisi belajar yang optimal.
3.      Prinsip-prinsip keterampilan mengelola kelas, yaitu:
  1. Memodifikasi tingkah laku. Guru hendaknya menganalisis tingkah laku siswa yang mengalami masalah dan memodifikasi tingkah laku tersebut dengan mengaplikasikan pemberian penguatan secara sistematis.
  2. Guru dapat menggunakan pendekatan pemecahan masalah kelompok dengan  cara: memepelancar tugas-tugas, memelihara kegiatan kelompok, memelihara semangat siswa, dan menangani konflik yang timbul.
  3. Menemukan dan memecahkan tingkah laku yang menimbulkan masalah. Guru dapat menggunakan seperangkat cara untuk mengendalikan tingkah laku keliru yang muncul, dan ia mengetahui sebab-sebab dasar yang mengakibatkan ketidakpatutan tingkah laku tersebut serta berusaha untuk menemukan pemecahannya.
2.3  KETERAMPILAN MENGADAKAN VARIASI
Kehidupan akan lebih menarik jika penuh dengan variasi. Begitu dalam kegiatan belajar mengajar. Variasi dalam kegiatan belajar mengajar adalah perubahan kegiatan yang bertujuan untuk meningkatkan motivasi para siswa serta mengurangi kejenuhan dan kebosanaan.
Bosan merupakan masalah yang selalu terjadi dimana-mana dan orang selalu berusaha menghindarinnya. Bosan terjadi jika seseorang selalu melihat, merasakan, mengalami peristiwa yang sama secara berulang-ulang, bertemu dengan hal-hal yang “itu-itu” saja dan tidak ada sesuatu yang diharapkan. Begitu juga dengan proses pembelajaran atau pengajaran oleh guru. Jika guru tidak pandai mengadakan variasi pengajaran tentunya peserta didik akan mengalami kejenuhan atau kebosanan.
 Faktor kebosanan yang disebabkoan oleh adanya penyajian kegiatan belajar yang begitu-begitu saja akan mengakibatkan perhatian, motivasi, dan minat siswa terhadap pelajaran, guru, dan sekolah menurun. Untuk itu diperlukan adanya keanekaragaman dalam penyajian kegiatan belajar  yang bertujuan agar siswa tidak mengalami kebosanan  dalam menerima pelajaran.
Menggunakan variasi diartikan sebagai perbuatan guru dalam konteks proses belajar mengajar yang bertujuan mengatasi kebosanan siswa, sehingga dalam proses belajarnya siswa senantiasa menunjukkan ketekunan, keantusiasan, serta berperan secara aktif.
Variasi adalah keanekaan yang membuat sesuatu tidak monoton dan begitu saja. Variasi di dalam kegiatan pembelajaran dapat menghilangkan kebosanan, meningkatkan minat dan keingintahuan siswa, melayani gaya belajar siswa yang beragam, serta meningkatkan kadar keaktifan siswa.
Dari definisi di atas, bisa ditarik kesimpulan bahwa variasi gaya mengajar adalah pengubahan tingkah laku, sikap dan perbuatan guru dalam kontek belajar mengajar yang bertujuan untuk mengatasi kebosanan siswa, sehingga siswa memiliki minat belajar yang tinggi terhadap pelajarannya.
 Dan ini bisa dibuktikan melalui ketekunan, antusiasme, keaktifan mereka dalam belajar dan mengikuti pelajarannya di kelas. Anak tidak bisa dipaksakan untuk terus menerus memusatkan perhatiannya dalam mengikuti pelajarannya, apalagi jika guru saat mengajar tanpa menggunakan variasi alias monoton yang membuat siswa kurang perhatian, mengantuk, dan mengalami kebosanan.
Keterampilan mengadakan variasi ini dapat juga dipakai untuk penggunaan keterampilan mengajar yang lain, seperti dalam menggunakan keterampilan bertanya memberi penguatan, menjelaskan dan sebagainya.
1.      Tujuan keterampilan mengadakan variasi, yaitu:
a.       Menimbulkan dan meningkatkan perhatian siswa kepada aspek-aspek pembelajaran.
b.      Memupuk tingkah laku yang positif terhadap guru dan sekolah dengan berbagai cara mengajar yang lebih hidup dan lingkungan belajar yang lebih baik.
c.       Meningkatkan motivasi dan rasa ingin tahu siswa.
d.      Memilih cara belajar yang sesuai.
e.       Meningkatkan kadar keaktifan siswa.
2.      Komponen-komponen keterampilan mengadakan variasi, yaitu:
a.       Variasi dalam gaya mengajar.
1)      Variasi suara
2)      Penekanan (focusing)
3)      Pemberian waktu (pausing)
4)      Kontak pandang
5)      Gerakan anggota badan (gesturing)
6)      Pindah posisi
b.      Variasi dalam penggunaan media pembelajaran.
1)      Variasi media pandang
2)      Variasi media dengar
3)      Variasi media taktil
c.       Variasi pola interaksi dan kegiatan siswa.
3.      Prinsip-prinsip keterampilan mengadakan variasi, yaitu:
a.       Variasi hendaknya digunakan dengan suatu maksud tertentu yang relevan dengan tujuan yang hendak dicapai. Penggunaan variasi yang wajar dan beragam sangat dianjurkan. Sedangkan pemakaian yang berlebihan akan menimbulkan kebingungan dan dapat menganggu proses belajar mengajar.
b.      Variasi harus digunakan dengan lancar dan berkesinambungan sehingga tidak akan merusak perhatian siswa dan tidak menganggu pelajaran.
c.       Variasi harus direncanakan secara baik dan secara eksplisit dicantumkan dalam rencana pelajaran atau satuan pelajaran.
2.4  Keterampilan Mengajar Perorangan dan Kelompok Kecil
Mengajar kelompok kecil dan perorangan merupakan bentuk mengajar klasikal biasa yang memungkinkan guru dalam waktu yang sama menghadapi beberapa kelompok kecil yang belajar secara kelompok dan beberapa orang siswa yang bekerja atau belajar secara perorangan. Format mengajar ini ditandai oleh adanya hubungan interpersonal yang lebih akrab dan sehat antara guru dengan siswa, adanya kesempatan bagi siswa untuk belajar sesuai dengan kemampuan, minat, cara, dan kecepatannya, adanya bantuan dari guru, adanya keterlibatan siswa dalam merancang kegiatan belajarnya, serta adanya kesempatan bagi guru untuk memainkan berbagai peran dalam kegiatan pembelajaran.
Keterampilan mengajar kelompok kecil dan perorangan perlu dikuasai guru karena penerapannya dapat memenuhi kebutuhan belajar siswa yang berbeda-beda. Selain itu, pembelajaran kelompok kecil dan perorangan memberi kemungkinan terjadinya hubungan interpersonal yang sehat antara guru dengan siswa, terjadinya proses saling belajar antara siswa yang satu dengan lainnya, memudahkan guru dalam memantau pemerolehan belajar siswa, dapat meningkatkan motivasi belajar siswa, dapat menumbuh kembangkan semangat saling membantu, serta memungkinkan guru dapat mencurahkan perhatiannya pada cara belajar siswa tertentu sehingga dapat menemukan cara pendekatan belajar yang sesuai bagi siswa tersebut.
Pengelompokan anak didik dalam proses interaksi edukatif merupakan pembentukan organisasi sosial dalam pengajaran. Ada tiga cara peneglompokan yang dapat dilakukan, yaitu:
a.       Atas dasar tugas-tugas khusus
b.      Atas dasar dinamika proses kelompok di antara anak didik; dan
c.       Atas dasar pengalaman pembentukan kelompok yang telah oleh guru dengan anak didik sebagai kelompok kerja.
Pengajaran kelompok kecil dan perorangan merupakan  suatu bentuk pembelajaran yang memungkinkan guru memberikan perhatian terhadap setiap peserta didik, dan menjalin hubungan yang lebih akrab antara guru dengan peserta didik maupun antara peserta didik dengan peserta didik.[5]
Pengajaran perorangan diartikan sebagai suatu proses di mana setiap anak didik dibantu mengembangkan kemajuan dalam mencapai tujuan berdasarkan kemampuan, pendekatan, dan bahan pelajaran. Untuk itu guru harus mengenal betul anak didik, dapat memotivasi mereka, dan terlibat dalam kegiatan anak didik. Pengajaran perorangan dapat dilaksanakan bila tiap anak didik memegang peranan penting dalam pemilihan tujuan, materi, prosedur, dan waktu yang diperlukan. Semua itu diputuskan anak didik setelah berkonsultasi dengan guru ataupun dengan guru BP ( bimbingan dan penyuluhan).
1.      Tujuan mengajar perorangan dan kelompok kecil, yaitu:
a.       Tujuan keterampilan mengajar perorangan
1)      Memberikan rasa tanggungjawab yang lebih besar kepada siswa
2)      Mengembangkan daya kreatif dan sifat kepemimpinan pada siswa
3)      Memberi kesempatan kepada siswa untuk belajar lebih aktif
4)      Membentuk hubungan yang lebih akrab antara guru dan siswa, maupun antara siswa dengan siswa
b.      Tujuan keterampilan mengajar kelompok kecil
1)      Meningkatkan kualitas pembelajaran melalui dinamika kelompok
2)      Memberi kesempatan memecahkan masalah untuk berlatih memecahkan masalah dan cara hidup secara rasional dan demokratis
3)      Memberi kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan sikap susila dan semangat gotong royong
2.      Komponen-komponen keterampilan mengajar perorangan dan kelompok kecil, yaitu:
  1. Keterampilan merencanakan dan melakukan kegiatan pembelajaran
Hal ini berhubungan dengan pengembangan program/ kurikulum. Guru harus terampil membuat perencanaan pembelajaran yang sesuai dengan program dan kebutuhan siswa, serta mampu melaksanakan rencana tersebut. Dengan demikian guru dituntut mampu dan terampil mendiagnosis kemampuan akademik siswa, gaya belajar, kecenderungan minat dan tingkat disiplin siswa. Berdasarkan analisis tersebut, guru diharapkan mampu menetapkan kondisi dan tuntunan belajar yang memungkinkan siswa memikul tanggung jawab sendiri dalam belajar.
  1. Keterampilan mengorganisasi
Selama kegiatan pembelajaran perorangan/ kelompok kecil berlangsung, guru berperan sebagai organisator. Guru bertugas dan memonitor kegiatan pembelajaran dari awal sampai akhir.
  1. Keterampilan mengadakan pendekatan secara pribadi
Salah satu ciri dalam pengajaran perorangan/kelompok kecil ialah terjadinya hubungan yang sehat dan akrab antara guru dengan siswa, dan siswa dengan siswa. Hal ini akan terjadi apabila guru dapat menciptakan suasana yang terbuka sehingga benar-benar merasa bebas dan leluasa untuk mengemukakan pendapatnya. Disamping itu siswa mempunyai keyakinan bahwa guru akan selalu siap mendengarkan atau memperhatikan pendapatnya dan bersedia membantu apabila diperlukan.
  1. Keterampilan membimbing dan memudahkan belajar
Mengajar perorangan/kelompok kecil berarti member kesempatan kepada siswa untuk belajar sendiri.  Agar siswa benar-benar dapat belajar dan tujuan pembelajaran dapat tercapai, guru harus terampil dalam membantu siswa agar mudah belajar dan tidak mengalami patah semangat.
3.      Prinsip-prinsip keterampilan mengajar perorangan dan kelompok kecil, yaitu:
  1. Prinsip-prinsip keterampilan mengajar perorangan, yaitu:
1)       Guru perlu mengenal siswa secara pribadi, sehinggga kondisi belajar dapat diatur dengan tepat.
2)      Siswa bekerja bebas dengan bahan yang telah siap pakai, seperti: modul, paket belajar, atau dengan bahan yang telah disiapkan oleh guru sendiri.
3)      Tidak semua mata pelajaran cocok disajikan secara perorangan.
  1. Prinsip-prinsip keterampilan mengajar kelompok kecil, yaitu:
1)      Mengajar di dalam kelompok kecil yang bercirikan:
a)      Memiliki keanggotaan yang jelas.
b)      Terdapat kesadaran kelompok.
c)      Memiliki tujuan bersama.
d)     Saling tergantung dalam memenuhi kebutuhan.
e)      Ada interaksi dan komunikasi antar anggota.
f)       Ada tindakan bersama.
2)      Kualitas kelompok diharapkan dapat berperan secara positif, apabila kelompok dipenuhi, yaitu:
a)      Terjadi hubungan yang akrab di antara sesama anggota
b)      Terjadi hubungan yang erat dan kompak di antara anggota kelompok
c)      Para anggota memiliki rasa tanggungjawab yang tinggi
d)     Para anggota memiliki rasa kebersamaan yang kuat
3)      Pedoman pelaksanaan
a)      Pembentukan kelompok, yang meliputi:
(1)   Sebaiknya jumlah anggota kelompok antara 5-7 orang dengan pertimbangan bahwa semakin banyak anggota, maka semakin berkurang efektivitas dan aktivitas belajar setiap anggota.
(2)   Pembentukan kelompok berdasarkan minat, pengalaman, dan prestasi belajar.
b)      Perencanaan tugas kelompok
c)      Persiapan dan perencanaan
Guru perlu menyiapkan dan merencanakan pengaturan tempat, ruangan, alat, sumber belajar yang memungkinkan terjadinya proses pembelajaran secara efektif bagi setiap kelompok.
4)      Pelaksanaan, yang meliputi beberapa hal berikut.
a)      Pelajaran diawali dengan pertemuan klasik, untuk memberikan informasi umum kepada siswa.
b)      Guru mempersilahkan masing-masing kelompok untuk melaksanakan tugas di tempat yang tersedia.
c)      Guru melakukan supervise dan mengikuti perkembangan proses pembelajaran dalam kelompok.









BAB III
PENUTUP
3.1    KESIMPULAN
Dalam dunia pendidikan yang berperan penting didalam nya adalah guru. Untuk itu guru harus memiliki keterampilan dasar dalam mengajar.
 Diantaranya yaitu pertama keterampilan dalam membimbing diskusi kelompok kecil. Keterampilan ini sering diterapkan dalam kelas, terutama dalam berdiskusi yang kelompok nya terdiri atas 3-5 orang. Sehingga antara guru dan anak didik dapat saling bertukar pikiran mengenai masalah yang ada. Disini guru diberi tugas untuk membimbing diskusi tersebut. Kedua, keterampilan dalam mengelola kelas. Pengelolaan  kelas yang baik dapat membuat suasana belajar jadi lebih menyenangkan. Ketiga, keterampilan mengadakan variasi dalam kelas. Keterampilan ini bertujuan untuk meningkatkan motivasi belajar serta mengurangi kebosanan. Dan yang keempat, keterampilan mengajar perorangan dan kelompokm kecil. Keterampilan ini memungkinkan guru untuk memberikan perhatian yang lebih terhadap setiapm peserta didik.
3.2    SARAN
Diharapkan bagi para pembaca,para pendidik atau pun calon pendidik setelah membaca makalah yang disajikan oleh pemakalah, agar dapat mengambil makna dari makalah ini dan bisa menerapkannya dalam proses belajar mengajar sehari-harinya.


DAFTAR PUSTAKA
Djamarah, Syaiful Bahri.2005.Guru dan Anak Didik Dalam Interaksi Edukatif.Jakarta: PT Rineka cipta.
Http://www.ziddu.com/download/8768226/KeterampilanMengadakanVariasiPengajaran.doc.html
Http://massofa.wordpress.com/2010/01/25/keterampilan-mengajar-kelompok-kecil-dan-perorangan
Mulyasa, E.2009.Menjadi Guru Profesional.Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Nurhasanawati.2008.Strategi Pengajaran Mikro.Pekanbaru: Suska Press.
Saud, Udin syaefudin.2009.Pengembangan profesi guru.Bandung:Alfabeta.
/



[1] Dr.E.Mulyasa,M.Pd.,2009.Menjadi Guru Profesional.Bandung.Remaja Rosdakarya.Hal:89-90
[2] Drs.Syaiful Bahri Djamarah,M.Ag,2005.Guru dan Anak Didik Dalam Interaksi Edukatif.Jakarta.Asdi Mahasatya.Hal:145

[3] Ibid Hal: 145-147
[4] Ibid. Hal:149-155
[5] Op.cit Hal: 92